“Alhamdulillah...” Nenek Asri menghitung
uang pensiunnya sejenak, memasukkannya dalam tas, dan perlahan beranjak dari
loket. Aku tuntun tubuh rapuhnya hingga naik ke becakku.
“Kemana sekarang, Nek?”
“Langsung pulang saja, Yo.”
Aku mengangguk dan mulai
mengayuh.
Tak lama, kami sampai di rumahnya. Seperti biasa,
rumah Nenek Asri bisa dipastikan lebih ramai di tanggal muda. Dua anaknya yang
sudah berkeluarga datang. Ambil jatah bulanan, katanya.