Part 1 (Sebuah Pengantar)
Suatu pagi di hari Ahad yang lumayan cerah.
Aku telah menghimpun semangatku dari beberapa hari
kebelakang, menyongsong pertemuan dengan salah satu penulis favoritku. Salah
satu penulis yang berhasil membuatku kembali bisa menyelesaikan (membaca)
sebuah novel tebal. Dalam acara yang tanpa biaya, dengan pendaftaran yang
lumayan mudah. Dan Allah juga melancarkanku untuk bisa mendapatkan 1 tiket,
karena ada temanku yang bahkan tidak bisa mendapatkannya karena kuota penuh. Namun tak kusangka, mendadak hadir sedikit kekecewaan, karena temanku yang sebelumnya
mengajakku tiba-tiba tak dapat ikut.
Yah, terbayang acara tersebut tidak akan
menjadi seseru yang kubayangkan. Sebelum tiba-tiba ada whatsapp masuk ke hpku, pesan
dari rekanku yang lain-yang aku ajak untuk juga ikut serta, memberikan suntikan
energi semangat padaku. Masa aku yang mengajak namun aku tidak jadi semangat
gara-gara sedikit hal yang tidak sesuai angan? Kubulatkan tekad. Bismillah.
Kumasukkan dalam tas, sebuah Novel karya penulis tersebut, siapa tahu berguna.
Bisakah tanda-tangannya terukir disana? Tak terlalu berharap namun dalam hati
berkata ada kemungkinan.
Setelah kujemput rekanku, kami melaju dengan
kecepatan rendah. Itu karena aku sangat lemah dalam penguasaan daerah dan nama
jalan. Lagipula, saat itu kami rasa kami belum terlambat. Ada satu petunjuk
penting mengenai lokasi acara tersebut yang sudah ada dalam otakku. Terpatri.
Karena tempat itu terkenal. Sekaligus aku pernah beberapa kali melewatinya
walau tak masuk. Mulus, perjalanan kami. Walau aku tidak percaya diri dengan
jalur yang aku pilih (tidak ada kepercayaan diri jika aku yang menyetir) namun
kami akhirnya sampai juga.
“Sebelah sana, Mbak.” kata seseorang mengarahkan
kami yang memang bingung memarkirkan kendaraan kami.
Tak kusangka tempat itu sangat luas. Lebih luas
dari perkiraanku. Mirip Rumah sakit. Namun sangat memadai sebagai sekolah dan
bagian dari sebuah Universitas.
Kami disambut beberapa orang yang mendata kami
dan meminta kami memperlihatkan bukti pendaftaran kami. Terlihat lebih banyak
anak sekolah ketika kami memasukinya. Aku sudah menduga. Namun ada beberapa juga
yang sebaya kami atau seperti bisa kutebak, beberapa penulis, guru, mahasiswa,
dan tentu saja para pembaca setia novel-novel beliau.
Tarian Gandrung yang menawan membuka acara ini.
Sudah lama aku tidak menikmati tarian seperti ini, karena memang jarang
menghadiri acara-acara penting. Diiringi karawitan yang dimainkan oleh para
pemuda-pemudi yang bikin aku tersenyum karena takjub. Aku jadi teringat ketika
masa-masa sekolah dulu. Saat dulu diriku penuh keinginan untuk bisa mempelajari
banyak hal, utamanya kesenian.
Jika sekarang, kuakui sangat susah sekali untuk
menemukan motivasi untuk bisa jadi “sesuatu”. Apakah karena terlampau
terlambat? Hmm. Pikiranku sudah sangat jauh. Kufokuskan lagi pandanganku. Dua orang pembawa acara menyapa kami. Satu
berhijab, satu lagi berambut sebahu terurai. Mereka tersenyum, membacakan
susunan acara selanjutnya. Sambutan-sambutan. Baiklah, mari kita nikmati dahulu.
Bersambung.
Bersambung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Hai Sobat.. Jangan lupa memberi komentar ya...
terima kasih..